Allah Yang Maha Suci dengan sengaja menciptakan ruh yang menjadi sumber kehidupan seluruh makhluk-Nya dari dunia hingga akhirat. Dan pada hakikatnya seluruh ciptaan-Nya tersebut “Hidup” karena tidaklah Ia menciptakan suatu makhluk melainkan padanya ada ruh yang meliputinya. Termasuk langit dan bumi beserta isi antara keduanya pun punya ruh. Allah Yang Hidup adalah Dzat pemberi hidup dan kehidupan pada seluruh makhluk bangsa ruhaniah yang diwujudkan pada alam semesta. Tidak ada yang hidup melainkan dengan sumber kehidupan, yaitu ruh! Adapun ruh sendiri berasal daripada-Nya, dan menjadi nur (hidup) makhluk.
Tetapi bagaimanakah sesungguhnya sifat ruh itu?
Ruh adalah sesuatu yang lembut dan halus, meliputi seluruh keadaan makhluk dan tidaklah ia bertempat pada suatu tempat yang sifatnya lokal dan mikro. Apabila ruh meliputi pada sesuatu yang mati, maka hiduplah sesuatu itu. Ruh tidak dapat diukur besar kecilnya dengan suatu wujud jasmaniah. Ruh tidak berjenis sebagaimana jenis jasmani manusia dan makhluk lainnya. Dan apabila ruh mensifati serta meliputi hati manusia, maka memancarlah “himmah” dan kestabilan serta kekuasaan dalam gerak langkah hidupnya. Dan bilamana menyelusup menyelimuti nafsu (jiwa) serta mendominasinya, tercerminlah kemauan dan semangat hidup dalam menata kehidupannya.
Jika ruh menguasai akal pikiran maka akal pikiran akan menjurus kesempurnaan di dalam pandangan dan dapat menentukan suatu sikap atas dasar pertimbangan yang matang bagi perjalanan hidupnya. Begitulah adanya, jika ruh singgah di telinga maka mendengarlah ia, manakala ruh berkelebat melalui mata maka memandanglah ia, dan ketika ruh bertamasya pada mulut maka berhamburanlah kata-kata yang punya mulut, pun bila ruh menjalar pada tangan maka bergeraklah ia meraba dan mengusap, juga apabila ruh mengalir pada kaki maka dapatlah melangkah tegap ataupun gontai. Begitu pula bila ruh meliputi dan menguasai sel–sel yang bergerak ke seluruh peredaran darah maka tampaklah gerak hidup jasmani.
Ruh adalah golongan makhluk Allahur Rabbul ‘ alamin yang dikekalkan kehidupannya. Adapun hidup serta kehidupan makhluk yang diliputi ruh selalu tumbuh dan berkembang. Allah Yang Maha Kaya menamai kehidupan langit dan bumi beserta isi keduanya dengan isyarat “Nur” (cahaya atau kehidupan), sebagaimana firman-Nya :
Allahu nuurus samaawaati wal ardhi …
“Allah (pemberi) cahaya (hidup) langit dan bumi ….” QS. 24 An Nuur : Ayat 35.
Innallah khalaqa ruuhan nabiyyi shalallahu ‘alaihi wasalam min dzaatihi wakhuliqal ‘aalamu biasrihi min nuuri muhammadin shalallahu ‘ alaihi wasallam. (Al – HADIS )
“Sesungguhnya Allah menciptakan ruh Nabi saw, daripada Dzat-Nya lalu diciptakan alam sekaliannya dengan rahasia-Nya dari pada Nur Muhammad saw.”
Ruh, termasuk makhluk ciptaan-Nya yang gaib dan hidup meliputi dimensi alam jasmaniah. Dan ruh memiliki sifat yang berlawanan dengan jasmani. Ruh adalah Nurullah! Tapi ruh sebagai Nurullah bukan berarti sebagaimana cahaya yang memancar dari matahari atau lampu. Nur dalam pengertian ayat dan Hadis tersebut di atas bermakna Hidup! Yakni suatu makhluk yang hidup dihidupkan Allah Yang Maha Hidup dengan ruh ciptaan-Nya! Allahul Hayyi jualah yang menghidupkannya dengan memberikan ruh ciptaan-Nya.
Kalimat “Nur” di dalam firman Allahul ‘Azhim sangat banyak, bahkan lebih dari tiga puluh (30) ayat yang menyebut tentang “Nur” sekaligus meliputi atau menjadi simbol berbagai hal seperti Muhammad Rasul Allah saw., Al Qur’aan, Agama Islam, Malaikat, Ilmu serta Hidayah (petunjuk). Istilah “Hidup” yang meliputi kehidupan seluruh makhluk juga dirumuskan dalam bahasa wahyu dengan istilah “Nur”. Apabila ruh diibaratkan nur yang terang benderang maka jasmani diibaratkan suatu tempat yang gelap gulita semisal ruangan. Padahal tidaklah akan tampak terang suatu cahaya bila ia tidak bertempat pada yang gelap gulita. Begitu pula keadaan gelap pekatnya jasmani dikatakan gelap gulita bila tidak ada sesuatu yang meneranginya. Demikianlah pengertian “Ruh” sebagai “Nur” dalam istilah wahyu-Nya.
Tetapi bagaimanakah sesungguhnya sifat ruh itu?
Ruh adalah sesuatu yang lembut dan halus, meliputi seluruh keadaan makhluk dan tidaklah ia bertempat pada suatu tempat yang sifatnya lokal dan mikro. Apabila ruh meliputi pada sesuatu yang mati, maka hiduplah sesuatu itu. Ruh tidak dapat diukur besar kecilnya dengan suatu wujud jasmaniah. Ruh tidak berjenis sebagaimana jenis jasmani manusia dan makhluk lainnya. Dan apabila ruh mensifati serta meliputi hati manusia, maka memancarlah “himmah” dan kestabilan serta kekuasaan dalam gerak langkah hidupnya. Dan bilamana menyelusup menyelimuti nafsu (jiwa) serta mendominasinya, tercerminlah kemauan dan semangat hidup dalam menata kehidupannya.
Jika ruh menguasai akal pikiran maka akal pikiran akan menjurus kesempurnaan di dalam pandangan dan dapat menentukan suatu sikap atas dasar pertimbangan yang matang bagi perjalanan hidupnya. Begitulah adanya, jika ruh singgah di telinga maka mendengarlah ia, manakala ruh berkelebat melalui mata maka memandanglah ia, dan ketika ruh bertamasya pada mulut maka berhamburanlah kata-kata yang punya mulut, pun bila ruh menjalar pada tangan maka bergeraklah ia meraba dan mengusap, juga apabila ruh mengalir pada kaki maka dapatlah melangkah tegap ataupun gontai. Begitu pula bila ruh meliputi dan menguasai sel–sel yang bergerak ke seluruh peredaran darah maka tampaklah gerak hidup jasmani.
Ruh adalah golongan makhluk Allahur Rabbul ‘ alamin yang dikekalkan kehidupannya. Adapun hidup serta kehidupan makhluk yang diliputi ruh selalu tumbuh dan berkembang. Allah Yang Maha Kaya menamai kehidupan langit dan bumi beserta isi keduanya dengan isyarat “Nur” (cahaya atau kehidupan), sebagaimana firman-Nya :
Allahu nuurus samaawaati wal ardhi …
“Allah (pemberi) cahaya (hidup) langit dan bumi ….” QS. 24 An Nuur : Ayat 35.
Innallah khalaqa ruuhan nabiyyi shalallahu ‘alaihi wasalam min dzaatihi wakhuliqal ‘aalamu biasrihi min nuuri muhammadin shalallahu ‘ alaihi wasallam. (Al – HADIS )
“Sesungguhnya Allah menciptakan ruh Nabi saw, daripada Dzat-Nya lalu diciptakan alam sekaliannya dengan rahasia-Nya dari pada Nur Muhammad saw.”
Ruh, termasuk makhluk ciptaan-Nya yang gaib dan hidup meliputi dimensi alam jasmaniah. Dan ruh memiliki sifat yang berlawanan dengan jasmani. Ruh adalah Nurullah! Tapi ruh sebagai Nurullah bukan berarti sebagaimana cahaya yang memancar dari matahari atau lampu. Nur dalam pengertian ayat dan Hadis tersebut di atas bermakna Hidup! Yakni suatu makhluk yang hidup dihidupkan Allah Yang Maha Hidup dengan ruh ciptaan-Nya! Allahul Hayyi jualah yang menghidupkannya dengan memberikan ruh ciptaan-Nya.
Kalimat “Nur” di dalam firman Allahul ‘Azhim sangat banyak, bahkan lebih dari tiga puluh (30) ayat yang menyebut tentang “Nur” sekaligus meliputi atau menjadi simbol berbagai hal seperti Muhammad Rasul Allah saw., Al Qur’aan, Agama Islam, Malaikat, Ilmu serta Hidayah (petunjuk). Istilah “Hidup” yang meliputi kehidupan seluruh makhluk juga dirumuskan dalam bahasa wahyu dengan istilah “Nur”. Apabila ruh diibaratkan nur yang terang benderang maka jasmani diibaratkan suatu tempat yang gelap gulita semisal ruangan. Padahal tidaklah akan tampak terang suatu cahaya bila ia tidak bertempat pada yang gelap gulita. Begitu pula keadaan gelap pekatnya jasmani dikatakan gelap gulita bila tidak ada sesuatu yang meneranginya. Demikianlah pengertian “Ruh” sebagai “Nur” dalam istilah wahyu-Nya.